Sabtu, 20 Juli 2024

Tenganan !

 


Enam hari aku bersama desa Tenganan, kami mengukir kenangan bersama disetiap tempatnya, membuat film penuh derama tanpa harus direkam, menuliskan semua kisah dalam ingatan, menandai setiap tempat yang mengingatkanku akan sebuah peristiwa.

                Aku memperhatikan jalan desa Tenganan, melihat rumput hijau yang tumbuh dan kerbau-kerbau yang tertidur pulas diatasnya. Desa Tenganan merupakan salah satu desa tertua di Bali , keunikan desa ini adalah  memiliki bank sampah, jadi sampah-sampah di Tenganan sudah dikelola dengan  baik. Aku berkunjung di desa ini, karena mengikuti pengabdian masyarakat  bersama IDE Indonesia , kegiatan ini memiliki tim kerja yang terdiri   beberapa divisi yaitu, kesling (Kesehatan dan Lingkungan), pendidikan, ekowis (Ekonomi dan Wisata) aku bergabung dalam divisi pendidikan yang tugasnya menyebarkan literasa  kepada anak-anak usia delapan sampai tiga belas tahun, belajar public speaking dan bahasa Inggris.

                Desa bak kisah dalam novel  Narnia yang pernah aku baca, memilki hutan yang indah dan adat istiadat nya sangat kental . Orang-orang disini juga ramah-ramah, namun usia remaja keatas memang cenderung lebih pemalu, anak-anak usia tiga belas tahun kebawah masih sering aktif bermain diluar. Hari pertama kami menjalankan proker, yang kami lakukan adalah pendekatan dengan anak-anak sekitar, kami berusaha memperkenalkan diri dan meyakinkan mereka untuk tidak canggung kepada kami.

               


Karena usia ku gak begitu jauh dengan beberapa anak dalam sasaran proggram pendidikan, memudahkan akau untuk berbaur dengan mereka sehingga kami bisa belajar bersama dengan baik. Aku bisa   mengerti perasaan mereka jika  sedikit sulit mempercayai orang asing dan malas rasanya, ketika mengetahui bahwa ini adalah program belajar. Pada akhirnya aku dan rekanku yang lainnya memutuskan untuk membuat semua sesi belajar menjadi lima puluh persen belajar dan lima puluh persen bermain.

                Ketika aku dan rekan-rekan lainnya mendapatkan kesempatan untuk berkeliling desa. Aku masih sering melihat ibu-ibu dan seorang gadis yang mengenakan kebaya  ketika dirumah, sebab kebaya merupakan pakaian wajib untuk sembahayang bagi agama hindu.  Jarang sekali  ibu-ibu berkumpul disuatu titik untuk bergosib, remaja perempuannya tak berkeluyuran diluar rumah, sedangkan remaja laki-lakinya bermain game diwarung yang menyediakan WIFI. Warung ini hanya menyediakan menu babi saja, sate daging babi, sate usus babi dan sate perbabian lainnya, membuatku kami yang bergama muslim hanya bisa mencicipi aromanya lezatnya saja.

                Momen yang paling aku ingat ketika aku berada di Tenganan adalah, ketika aku berbicara dengan para orang tua. Aku ikut bergabung ngobrol dengan ibu-ibu yang berkumpul didepan rumah, masing-masing membicarakan masa depan anak-anaknya, ibu-ibu itu juga memberitauku mengenai sistem sekolah di desa tersebut, pembelajarannya seperti pelajaran pada umumnya, hanya saja ada pelajaran bahasa Bali yang masih dilestarikan.

                Seorang kakek-kakek mengajakku berkunjung kerumahnya, rumahnya seperti rumah Bali pada umumnya, ia memperlihatkan koleksi kain tenunnya dari seluruh Indonesia. Dia juga  memperlihatkan kartu nama perusahaan yang menawarkan  semacam pekerjaan dan kerjasama , aku bisa merasakan betapa si Kakek sangat menikmati masa mudanya

               


Sebelum aku meninggalkan Bali, aku sempat menonton perang pandan, namanya tradisi Mekare-kare, uparaca ini untuk menghormati leluhur, dan kata anak-anak laki-laki disana, perang pandan ini juga tanda bahwa mereka tanggu dan kuat, yang mengikuti kegiatan ini adalah anak laki-laki hingga bapak-bapak berusia limapuluhan, perempuan tak turut andil dalam upacara ini, hanya laki-laki saja yang ikut.

                Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat, namun sudah ada banyak kenangan yang aku lalui disini, hanya satu yang aku sayangkan ketika aku berada di Bali, aku belum sempat berkenalan lebih dekat lagi dengan pantai disini, tak ada waktu untuk berenang dipantai, karena perjalanan kali ini  memang fokusnya untuk kegiatan bersama masyarakat adat.

               

               

Waerebo !


Setelah aku meninggalkan dusun Konggang, aku dan yang lainnya melanjutkan perjalanan menuju Waerebo. Perjalanan yang ditempuh menuju Waerebo bisa dibilang panjang, pertama kita harus meninggalkan pualu Nuca Molas menggunakan motor laut, lalu naik mobil atau trek untuk menuju tempat  jalur treking menuju Waerebo.

                Sebelum sampai di desa Waerebo, kita harus mendaki bukit sekitar dua sampai tiga jama, sama lamanya dengan mendakai gunung andong. Sepanjang perjalanan ada dua anjing, yang selalulu mengikuti aku dan teman-teman lainnya, dua anjing itu seolah menuntun kami berjalan menuju desa.

                Semakin namafku terasa berat, aku merasa aku semakin menikmati alam disini, semakin akrap aku dengan tumbuhan, tanah, air dan udara di sini. Jalanannya tak terlalu curam, hanya saja sedikit berkerikil. Setelah dua jam, waktu yang aku tempuh, kakiku menginjak wilaya perdesaan Waerebo, rumah-rumah berbentuk kerucut ini hanya ada enam karena lahannya yang terbatas.

                Ketika semua rombonganku sudah berkumpul, kami beristirahat di rumah Niang Gena Maro, rumah ini kusus untuk orang-orang pendatang dari luar. Rumahnya berbentuk kerucut, hanya terdapat satu ruangan, namun karena rumah Niang Gena Maro merupakan rumah kusus untuk tamu, rumah ini memiliki dapur yang terpisah. Hanya ada satu ruangan di rumah ini, ruangannya berbentuk lingkaran, masing-masing kasur merekat dengan dinding, sedangkan bagian tengahnya adalah tempat untuk makan dan bisa menjadi ruang tamu, setiap kasur tak diberi pembatas, karena kasurnya benar-benar merekat satu sama lain.

                Setelah selesai beristirahat, sekitar jam enam sore, kami mengunjungi rumah Niang Gendang, untuk mendengarkan pertunjukan musik asal Waerebo, alat musik yang digunakan berupa gendang yang bahan dan motifnya tak jauh berbeda dari gendang Jawa. Musik yang dibawakan membawa kisah mengenai, pengalaman diri dalam menjalani hidup, dan juga menceritakan ajaran-ajaran dari leluhur. Nyanyiannya membuat bulukudugku berdiri dan kakiku bergetar, lagunya terdengar begitu mistis dan menyayat hati, memang awalnya aku tak mengerti artinya, namun nada dan logat suaranya sudah cukup banyak menyampaikan pesan.

               



Pagi tiba, aku diselimuti embun dan tanganku memegang secangkir kopi. Waktu itu aku habiskan satujam untuk berfota, dan sisahnya aku berbincang dengan kaka-kakak dan pemuda setempat, waktu berlalu begitu cepat, membuatku tak rela meninggalkan Waerebo. Setelah selesai sarapan aku dan yang lainnya bergegas untuk menyiapkan barang lalu turun  kembali ke Labuan Bajo,  setelah itu kami berpisah, pulang kekota masing-masing.

 

Selasa, 02 Juli 2024

Nuca Molas !


Kapal suasta yang aku naiki bersandar di plabuhan Terminal Multipurpose Wae Kelambu. kakiku melangkah turun, dan mataku langsung tertuju kepada langit malam, bintang-bintangnya bersembunyi, malu mungkin melihat parasku yang begitu manis. "Akhirnya kakiku sudah berdiri di atas semen labuan bajo, nanti lah aku cari tanah" gumamku pelan. 

    Tujuanku pergi ke Labuan Bajo untuk mengikuti pengapdian masyarakat, jadi aku tak sendirian pergi kesini. Kegiatan itu diselenggarakan di dusun Konggang. Dibagi dari beberapa divisi, yaitu, Kesehatan, Pariwisata dan lingkungan juga Pendidikan. Aku masuk dalam divisi Pendidikan, tugasku hanya bermain dengan anak-anak seumuranku disana dan menyebarkan litersai, bahwa membaca buku adalah kegiatan yang sangat menyenangkan.

     Untuk, mencapai pulau Mules, kita harus menyebrang, meninggalkan Labuan Bajo, dengan rute yang bisa dibilang sangat jauh, karena  kita harus menaiki trek ala sana untuk mencari tempat penyebrangan terbaik. Singkat cerita, ketika aku dan yang lainnya telah menghajar ombak laut yang ganas, kami tiba di Dusun Konggang, kami mendapatkan penyambutan hangat dari kepala desa dan pembagian wilayah rumah. 

    Rumah inapku disebut rumah para petinggi, sebutan itu aku dan teman-teman buat, karena rumah itu berisi Kordinator dan ketua-ketua setiap divisi, dan aku nyempil sebagai peserta biasa. kami berada di dusun Konggang ini hanya tuju hari. Hari esok adalah acara penyambutan kedua. dimanas seluruh guru, kepala desa, dan tokoh desa lainnya hadir.


Proker Pendidikan:


Aku dan yang lain membagi tugas,  kami memiliki kelas yang bernama kelas sore, peroker pertama adalah pendekatan dan perkenalan terlebih dahulu, lalu hari berikutnya kami membagi kelompok menjadi tiga, SMP, SD dan TK besar kebawah. Aku masuk dikelompok SMP. Semangat anak seusiaku disini (SD-SMP) cenderung malas ketika disuruh mengerjakan PR dirumah, mereka lebih suka belajar di luar sambil bermain berbincang dan bercanda, jauh lebih menyenangkan dan mereka tidak hanya menyimpan apa yang mereka pelajari dalam otak tapi juga hati.

    Literas terus kami sebarkan dengan cara yang menyenangkan. Mayoritas perempuan yang suka membaca buku cerita, sedangkan yang laki-laki lebih suka berdialog. Setiap anak memiliki cara yang berbeda untuk belajar, semua anak tak bisa disamakan secara perlakuan, sama juga dengan tingkat pemahaman, jadi aku dan satu rekanku di kelompok SMP lebih sering menghampiri satu persatu anak, dan bertanya "Sudah mengerti kah, atau ada yang mau di tanyakan?" 

    Aku tak memiliki banyak kendala ketika menjalankan proker, karena aku anak-anak, aku mudah untuk berbaur dengan mereka dan cukup mengerti perasaan mereka ketika mengikuti kegiatan dari divisi pendidikan. Kelak Aku mau menjadi orang dewasa dengan jiwa kanak-kanakku - Diriku sendiri


Berteman dengan Alam disini:


Ketika proker selesai, aku sempatkan waktuku untuk jalan-jalan sendiri, mengelilingi desa, namun lebih sering aku ditemani dengan anak-anak disana, rekorku berjalan kaki sampai desa sebelah, cukup jauh. Orang-orang disi sangat ramah, sangat mudah dan seru untuk diajak berbincang, paling menyenangkan bergabung bergosip dengan ibu-ibu yang berkumpul disatu rumah.

    Proker kolaburasi semua divisi terkhir, ketika itu aku disuruh ke SMP karana ada kegiatan kecil disana. Jarak dari tempat proker ke SMP sangat jauh, tak ada kendaraan yang bisa dipinjam jadi aku berjalan kaki sendiri. aku jalan kaki, sekitar 28 menit lebih, rutenya adalah, pertama, lewatikuburan, lalu mendaki sedikit aku melewati SD setelah itu lurus terus saja, SMPnya berada disebelah kiri, berdiri diatas bukit kecil. Pemandangan kelas itu adalah laut biru, yang tak terlihat ujungnya.

    Ketika aku jalan sendirian menuju SMP, bulukudugku terus menari-nari kakiku gemetar, waktu itu sangat suram. Sampai ketika pohon mengajakku berkenalan, awalan yang sangat canggung, namun pada akhirnya, Aku, Angin, Pohon, Rumput dan Lautan menari dan bernyanyi bersama. Hari itu hari yang menyenangkan, namun aku tetap was-was, ketika telingaku mendengar ada suara motor, aku akan berhenti bernyanyi dan menari, tentunya aku tak mau dikira gila oleh warga disana.


Ada tempat dan daerah lain yang aku kunjungi ketika aku di Labuan Bajo yang akan aku ceritakan secara pisah dengan ceritaku di Dusun Konggang, tunggu cerita selanjutnya ya... <3 

Borobudur

Ini sekitar kali ke 4 aku mengunjungi Borobudur. Kali ini aku mengunjung borobudur karena ada kelas sejarah sekaligus arkeologi bersama tema...